top of page
Writer's picturePaulus Chendi

Lakukan ini, Saat Menghadapi Rutinitas di Rumah Karena Corona

Updated: Aug 1, 2020


Kebijakkan bekerja dari rumah dan social distancing untuk mengatasi pandemic Covid-19 mulai menimbulkan kejenuhan dan permasalahan pribadi maupun dalam keluarga. Anak-anak mulai mengalami kebosanan, orang tua mulai kewalahan. Kegiatan rutinitas di rumah terasa menguras energi fisik dan batin, akibatnya rentan terjadi konflik dalam keluarga. Bagaimana kita menghadapi situasi ini? Ada beberapa tips dari saya untuk para orangtua. Semoga bisa membantu.


1. Bersikap Mau Lebih Berkorban.

Dalam situasi yang normal, terdapat pembagian tugas masing-masing: suami pergi kerja, istri masak atau antar anak ke sekolah, anak-anak ke sekolah. Para istri sambil nunggu anak sekolah, bisa pergi bareng teman atau mengerjakan hal lain, dst. Sekarang ini semua berubah. Semua anggota keluarga berkumpul di satu tempat dan terdapat akumulasi pekerjaan di waktu dan di tempat yang sama. Suami yang biasa di kantor atau di lapangan harus kerja dari rumah mungkin mulai jenuh, ibu-ibu yang biasanya tidak harus masak, pagi-pagi harus bangun dan masak, anak-anak minta ditemani, minta diajar kerjakan tugas, minta makan, dsb. Setiap orang rasanya tertekan dengan keadaaan ini bukan? Di sinilah saya kira orang tua perlu memiliki sikap ‘mau lebih berkorban’. Mengorbankan kenyamanan, mengorbankan perasaanya supaya lebih bisa tetap tenang berusaha meski harus mengerjakan banyak hal, berusaha sabar waktu mengajar anak-anak. Ketika kita merasa tidak dapat mengendalikan situasi kita jadi panik. Sebaliknya ketika kita menyiapkan diri untuk ‘mau lebih berkorban’, kita akan lebih tenang dan lebih mampu menanggung beban yang ada. Mungkin ada pertanyaan kenapa bisa? Jawabannya adalah karena kita sudah men-set pikiran, saat kita men-set pikiran kita demikian, seluruh tubuh akan mengikuti. Maka ketika kita menetapkan hati bahwa kita ‘mau lebih berkorban’ hasilnya kita memiliki kapasitas yang lebih besar untuk siap menanggung beban dan mengerjakan tugas-tugas tambahan tersebut.


2. Berusaha Kreatif.

Menghadapi anak-anak, khususnya yang masih kecil perlu kreatifitas. Ada banyak orang tua kadang frustrasi ketika mengajar anak yang home learning, tidak sabaran dan pada emosi. Orang tua perlu berusaha kreatif. Saya katakan berusaha karena ini memerlukan upaya untuk melakukannya. Peribahasa mengatakan “tidak ada rotan, akar pun jadi”. Nah di sini orang tua perlu menciptakan “akar” sebagai pengganti rotan. Cobalah cari di Youtube beberapa kreatifitas yang bisa diterapkan. Saya kira ada banyak tips yang bisa didapatkan sebagai masukan. Saya pernah dapat klip di mana papa jadi koki, mama jadi pelayan dan anak-anak jadi tamu yang makan di restoran. Ide ini timbul karena anak-anaknya terus merengek minta makan di restoran. Saling bertukar permainan/ide di antara teman-teman pun bisa jadi jalan keluar dari kebuntuan ide. Mungkin ada yang berkata, “saya tidak bisa, saya bukan orang yang kreatif.” Saya kira kita bisa, karena jika dalam keadaan terpaksa, manusia memiliki daya bertahan (survive) demi bisa terus hidup. Jadi jangan putus asa, mulailah mencoba.


3. Terima Keadaan.

Apa yang terjadi saat ini bukan salah siapa-siapa. Ada banyak faktor penyebab. Musibah ini terjadi hampir di seluruh dunia. Menyalahkan keadaan, menyalahkan pemerintah atau menyalahkan Tuhan tidak membuat kita merasa lebih baik, sebaliknya membuat kita makin tambah tertekan. Belajar menerima keadaan dan mulai beradaptasi akan membuat kita merasa lebih baik dan lebih mampu. Jangan menghabiskan energi batin kita dengan mengeluh atau marah-marah. Waktu kita mulai menerima keadaan, kita mulai beradaptasi, selanjutnya kita mulai terbiasa, ketika mulai terbiasa, situasi mulai terkontrol, dan akhirnya kita mulai merasa lebih rileks. Kalau Anda mau lebih rileks, mulailah dengan menerima keadaan.


4. Lakukan “Me” Time.

Kita membutuhkan apa yang disebut “me” time, waktu menyendiri tanpa diganggu oleh orang lain. “Me” time diperlukan untuk meregulasi diri dan membawa keseimbangan mental kita. Kalau kita rutin melakukan, ini akan berdampak positif bagi kesehatan pikiran dan fisik. Macam-macam “me” time yang bisa dilakukan: berendam di air hangat, tidur siang, aroma terapi sambil dengarkan musik kesukaan, melakukan hobi, dsb. Pokoknya menyisihkan waktu untuk melakukan apa yang kamu suka. Ini akan me-refresh pikiran dan menguatkan batin kita menghadapi rutinitas sehari-hari. Aktif melakukan “me” time akan mengisi tangki emosi kita yang terkuras dalam menghadapi masalah. Baik juga kalau bisa mengajak anak-anak melakukan “me” time mereka. Orang tua bisa mengajak anak-anak untuk merunding dan masing-masing menyampaikan apa isi “me” time mereka, dengan begitu di waktu yang disepakati, misalnya setelah makan siang masing-masing melakukan aktivitas “me” time-nya.


5. Bersikaplah Lebih Santai.

Kita memiliki sensitivitas yang lebih besar terhadap informasi negatif daripada informasi positif. Dibandingkan dengan semua informasi positif, satu saja informasi negatif akan memiliki pengaruh yang kuat terhadap persepsi kita. Mengapa? Karena informasi negatif merefleksikan hal-hal di lingkungan yang mungkin mengancam keselamatan atau kesejahteraan kita. Karenanya kita menjadi tegang, berjaga-jaga, waspada, dan curiga. Bayangkan setiap hari kita terpapar info-info yang menakutkan tentang Corona, korban yang meninggal, bahwa Corona ada di mana-nama, di udara, di baju kita, dst. Tubuh kita merespons dengan ketegangan, waspada, curiga. Belum lagi kita ditambah masalah-masalah dalam rumah dan masalah anak-anak. Mental kita tidak bakal kuat. Maka bersikap lebih santai adalah sebuah pilihan. Mulai sekarang cukup sudah kita membaca info-info tentang Corona. Cobalah bacaan lain yang mengisi pikiran kita dan mengasah keterampilan kita. Kalau kita telah punya komitmen “mau lebih berkorban”, mulai bisa “menerima keadaan” dan terus melakukan “me time” hasilnya kita dapat merasa lebih santai. Ayoo, tanggapi setiap hal dengan lebih santai, jangan dibawa tegang terus.


6. Terapkan Pola Pikir Positif.

Berpikir positif akan menguatkan kemampuan kita dalam menghadapi masalah atau kesulitan. Berpikir positif membuat kita bisa lebih fokus pada masalah dan mencari cara penyelesaiannya. Berpikir positif juga akan membuat mood kita lebih bagus dan lebih bersukacita. Dengan mood yang bagus, otomatis kita akan memikirkan semua hal yang dihadapi dengan positif, misal anak tidak mau belajar, karena mood kita sedang bagus, maka kita akan berpikir "ya sudahlah, mungkin sedang tidak mood belajar. Nanti aja dibujuk lagi". Kita akan menjadi lebih sabar dan tidak bertambah stress. “Hati yang gembira menyehatkan badan, hati yang murung mematahkan semangat,” kata Amsal. Menghadapi rutinitas di rumah mari biasakan diri berpikir yang positif. Saya menganjurkan anda mencatat sebanyak-banyaknya hal yang positif dengan terjadinya pandemic Covid-19 terhadap rumah tangga anda.


7. Berbagi Tugas Dengan Pasangan.

Menghadapi perubahan seperti sekarang ini, berbagi tugas dengan pasangan adalah salah satu cara terbaik untuk saling menanggung beban. Bicarakan dengan pasangan kita bagaimana akan berbagi tugas. Beban yang dipikul sendiri pasti berat, namun kalau beban itu dibagi akan jadi lebih ringan. Lagi pula berjuang bersama akan menguatkan cinta kasih kepada pasangan dan keluarga. Bagi yang punya pembantu, pembagian tugas dengan pasangan tetap diperlukan, misalnya siapa yang mengajar anak, siapa yang temani bermain, dsb.


8. Memupuk Relasi Dengan Tuhan.

Berbagai riset menunjukkan bahwa spiritualitas berkorelasi secara positif dengan kesehatan mental. Kita manusia yang terbatas, kita tidak bisa mengandalkan kemampuan kita dalam menghadapi persoalan hidup yang kompleks. Kekuatiran terhadap dampak pandemik Covid 19 ini menimbulkan rasa takut dan cemas. Takut mati, takut ekonomi ambruk, takut nasib buruk menimpa keluarga dan anak-anak, dst. Terhadap hal-hal yang di luar kekuasaan kita, kita perlu berserah kepada Tuhan. Kita perlu ketenangan, kita perlu pegangan, kita perlu tempat di mana kita bisa mendapatkan kelegaan dan kekuatan baru. “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbebab berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu.” Kata Tuhan Yesus (Mat 11:28). Alkitab berkata, “Hanya dekat Allah saja aku tenang, dari pada-Nyalah keselamatanku” (Maz 62:2). Kebersandaran dan hidup berserah kepada Tuhan akan mampu memberikan kekuatan bagi kita dan meningkatkan resiliensi ketika menghadapi tekanan hidup.


Relasi dengan Tuhan adalah inti dari seluruh tips-tips yang telah dibahas di atas. Artinya anda bisa mau lebih berkorban karena anda tahu Tuhan pun sudah berkorban bagi kita, anda mau pakai waktu untuk berkreasi karena anda tahu manusia diberikan Tuhan kreativitas, anda bisa berpikiran positif karena anda percaya Tuhan masih mengontrol segala sesuatu di dunia ini, anda bisa menerima keadaan dan bisa bersikap santai karena percaya Tuhan memelihara hidup anda, anda melakukan “me” time dengan membaca dan merenungkan firman Tuhan yang memberi ketenangan, anda rela berbagi tugas dengan pasangan karena firman Tuhan pun berkata, “bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu.” (Gal 6:2). Jadi memupuk relasi dengan Tuhan adalah dasar dari semua tips-tips yang diberikan.


Demikian 8 tips menghadapi rutinitas ketika harus tinggal di rumah karena pendemi Covid-19 yang bisa saya berikan di kesempatan ini, semoga berguna bagi setiap kita. Terima kasih. Sampai jumpa pada kesempatan lain. Tetap semangat!

Comments


bottom of page