top of page
Writer's picturePaulus Chendi

Menggunakan Kesempatan Berbuat Baik

Updated: Aug 1, 2020



Sudah empat bulan, bahkan Juli ini sudah masuk lima bulan kita hidup dalam pandemik Corona. Seperti yang kita tahu, Corona telah membawa dampak yg begitu luas hampir di semua bidang kehidupan. Kita bukan hanya tahu tapi kita sendiri pun terkena dampaknya. Kehidupan tiba-tiba menjadi sulit dan mengkuatirkan. Kita berada dalam krisis yang besar. Saat menghadapi krisis, naluri alamiah kita memberi respons untuk bertindak menghindari bahaya, bagaimana menyelamatkan diri dan bagaimana bertahan hidup dalam krisis. Ini adalah respons alamiah kita. Tidak ada yang salah dengan hal ini.

Namun ketika ego kita mulai menjadi besar dan yang kita pikirkan hanyalah diri sendiri sampai-sampai orang lain pun kita singkirkan demi kita bisa aman, selamat, kebutuhan tercukupkan, dsb, kalau sudah seperti ini rasanya perlu mengevaluasi sikap mental kita. Sikap ini tidak hanya buruk, terlebih ini bukan sikap mental seorang yang percaya Tuhan. Hati Tuhan adalah hati yang berbelas kasihan, dan penuh kemurahan, sebagai orang percaya, kita perlu belajar melakukan isi hatinya Tuhan.

Hari ini kita membaca nasihat Paulus kepada Timotius tentang bagaimana memperlakukan orang lain yang dalam kesusahan. Paulus prihatin dengan janda-janda dalam jemaat yang hidupnya begitu susah, hidup tanpa jaminan, sendirian tidak punya sanak keluarga yang bisa menanggung mereka. Orang-orang yang seperti ini juga ada di sekitar kita dan harus ada yang memperhatikan dan membantu mereka. Nasihat ini dapat kita baca dalam 1 Timotius 5: 3-16.

Menurut para penafsir Alkitab, kata “menghormati” (di ayat 3) memiliki arti memberikan bantuan secara material. Kata “menghormati” juga disejajarkan dengan “memelihara” atau “menyediakan”. Jadi hormatilah janda-janda artinya berikan, sediakan kebutuhan hidup agar mereka terpelihara. Sebab mereka sudah tidak punya siapa-siapa yang bisa menopang kehidupan mereka.

Ada tiga golongan janda dan juga ada kriteria, kelompok mana yang berhak dapat bantuan dan mana yang tidak.

(1) Janda yang benar-benar janda. Mungkin ada yang bingung, emangnya ada janda gadungan? Janda palsu atau janda-jandaan atau…malah jadi-jadian? Janda yang dimaksud di sini adalah wanita yang telah kehilangan suaminya karena kematian, bukan menjadi janda karena pisah atau bercerai, dan sudah sudah tua (60 tahun ke atas –ayat 9), tidak mempunyai sanak keluarga, tidak ada siapa-siapa untuk menopang hidup mereka (3-5, 9-10). Mereka inilah yang perlu disuport hidupnya oleh komunitas Kristen.

(2) Janda yang sudah tua tetapi masih punya anak atau kerabat untuk mengurus, hendaknya diurus oleh anak atau kerabatnya itu (ayat 4, 16).

(3) Janda yang masih muda disarankan untuk menikah lagi agar terhindar dari prasangka dan perbuatan yang buruk di kemudian hari (6-7, 11-15).

Kepada janda yang benar-benar janda, Timotius sebagai gembala harus menyatakan kasih dan kemurahan Kristus. Walaupun dalam keadaan yang sulit, jemaat tetap mempunyai kewajiban untuk memperhatikan kesejahteraan mereka. Sebab pemeliharaan jemaat adalah perpanjangan tangan pemeliharaan Allah kepada mereka.

Bagaimana reaksi kita saat berjumpa dengan seorang yang susah? Secara umum, ada dua macam reaksi yang muncul, yaitu pertama tidak peduli, atau yang kedua merasa kasihan. Kedua macam reaksi ini ditentukan oleh hati kita, yaitu apakah kita mementingkan diri sendiri, kita takut dirugikan sehingga tidak mau berurusan dengan orang lain, atau sebaliknya kita memiliki hati yang berbelas kasihan saat melihat sesama yang menderita. Sekarang ini ketika banyak orang terkena dampak Corona, kalau kita mau ada kesempatan yang sangat luas untuk berbuat kebaikan.

Kita sama-sama mengalamai kesulitan karena Corona, namun masih ada orang yang memikirkan bagaimana menjadi berkat bagi orang lain. Ada yang secara pribadi dengan diam-diam menyisihkan gajinya membeli sembako dan membagikannya kepada yang membutuhkan. Ada yang mengirim makanan kepada seseorang, ada yang bantu mencarikan pekerjaan, ada yang membelikan masker, hand sanitizer, ada yang menyumbang ke panti asuhan.

Ada banyak orang yang salah kaprah dalam menyikapi berkat yang diberikan Tuhan. Mereka berpikir bahwa semua itu adalah untuk membuat mereka agar bisa bebas menikmati hidup. Kita harus ingat bahwa Tuhan memberi berkat bukan untuk kita simpan sendiri tetapi juga untuk memberkati orang lain. Apa yang kita yakini sesungguhnya akan membentuk bagaimana kita hidup. Jika kita meyakini bahwa Tuhan memberi berkat bukan untuk kita simpan sendiri tetapi juga untuk memberkati orang lain, maka keyakinan ini akan membuat kita bertindak murah hati dan tergerak untuk memberi.

Sekarang ini banyak orang buat kue atau makanan untuk dijual, tapi yang beli ada nggak? Mungkin tidak banyak, orang pikir ngapain beli, buat sendiri aja nyontoh di Youtube. Lah kalau semua berpikir gitu yang jualan siapa yang beli? Padahal mereka jualan untuk menyambung hidup. Sebetulnya dengan membeli kita sudah membantu mereka. Itulah yang Tuhan kehendaki agar kita menjadi orang yang bermurah hati.

Di satu sisi Paulus menasihati agar Timotius memperhatikan para janda yang tidak punya siapa-siapa ini, namun di sisi lain Paulus juga berbicara mengenai para janda ini (ayat 5, 9-10). Stigma janda dalam masyarakat pada waktu itu adalah orang yang statusnya rendah, lemah, mudah ditindas dan diabaikan. Sekalipun menyandang status seperti ini, para janda ini adalah orang-orang yang tahu diri. Para janda ini tidak teriak-teriak menuntut orang memberi, apalagi pakai demo segala. Mereka tidak buka mulut meminta-minta, atau menggunakan kekerasan, tipu daya untuk mendapatkan kebutuhan mereka. Tidak! Mereka tidak memanfaatkan posisi lemah mereka untuk mendapatkan keuntungan. Beda sekali dengan yang pernah saya lihat di TV, orang demo menuntut pemerintah katanya mereka sudah tidak bisa makan, lalu mereka menjarah toko-toko, herannya yang mereka ambil bukan bahan makanan, yang mereka ambil apa…TV, kipas angin, kulkas, HP, bahkan ada yang ambil sapu…bingung saya lihat mereka.

Bagaimana para janda ini menghadapi kesusahan mereka? (ayat 5) Dikatakan mereka menaruh harapannya hanya kepada Allah dan dalam kesusahan tidak ada yang tahu, mereka berdoa siang dan malam memohon pertolongan Allah dan Allah memperhatikan dan membela hak mereka. Kalau kita dalam kesulitan, kepada siapa kita menaruh harapan? Apakah kita seperti para janda berdoa memohon pertolongan Allah atau kita berharap kepada orang? Minta sana minta sini? Salah itu! Kita berharap orang memberi, tetapi jika bukan digerakkan oleh Tuhan, orang tidak akan memberi apapun. Ingat kejadian di Mesir? Dalam Kel 3:21-22 mencatat Tuhan membuat orang Mesir bermurah hati sehingga mereka memberi barang-barang perak, dan emas dan kain-kain kepada orang Israel. Kalau bukan Tuhan yang menggerakkan tidak mungkinlah orang Mesir memberi kepada orang Israel, yang terjadi justru mereka memeras orang Israel dan menjadikan mereka budak. Jadi dalam kesulitan dan kesusahan taruhlah harapanmu kepada Tuhan. Maz 37:5 berkata, “Serahkanlah hidupmu kepada Tuhan dan percayalah kepada-Nya, dan Ia akan bertindak.” Kalau kiita mau menyerahkan, mempercayakan pergumulan, kesulitan kita, maka Tuhan akan bertindak menolong kita. Ini tindakan iman, ini langkah iman.

Jikalau kita pada posisi bisa memberi, pakailah segala kesempatan untuk berbuat baik, sebaliknya jika kita dalam posisi kesulitan dan kesusahan, berharaplah kepada Tuhan, nyatakan pergumulanmu dalam doa. Terhadap orang yang kesusahan, tugas gereja adalah juga tugas kita bersama. Tanggung jawab menolong orang lain bukan hanya merupakan tanggung jawab gereja, melainkan juga merupakan tanggung jawab pribadi. Di dalam kesulitan hidup yang terjadi sekarang ini, kita dipanggil untuk ikut berbagian dalam menggunakan segala kesempatan untuk berbuat baik. Kita dipanggil untuk mengembangkan kepedulian.

Rodney Stark, seorang Sosiolog, memaparkan tentang penyebab pesatnya perkembangan kekristenan pada abad pertama. Dalam buku The Rise of Christianity, Stark mengungkapkan bahwa salah satu faktor utama yang mendukung berkembangnya kekristenan adalah perlakuan orang Kristen terhadap mereka yang terkena wabah penyakit. Pada umumnya, orang meninggalkan anggota keluarganya yang mulai terjangkit wabah penyakit yang terjadi pada masa itu. Sebaliknya, orang Kristen tetap menjaga dan merawat anggota keluarganya yang terjangkit penyakit tersebut. Mereka bahkan merawat orang lain juga yang telah ditelantarkan keluarganya. Kasih yang bukan sekadar dikatakan namun dipraktikkan inilah yang menarik banyak orang untuk menjadi Kristen. Ada orang memberi atau berbuat baik karena ingin mendapatkan kepuasan batin, kalau kita memberi atau berbuat baik kepuasan batin juga kita dapat, tetapi itu bukan motivasi kita. Memberi adalah salah satu tindakan berbuat baik. Ketika kita memberi, kita sedang melawan naluri alamiahnya untuk menyelamatkan diri. Ketika kita memberi, kita sedang mengekang ego yang mendorong kita untuk mendahulukan kepentingan diri sendiri. Ini perkara yang sulit kalau bukan didorong oleh kasih Tuhan. Tuhan telah mengasihi kita tanpa syarat dan Tuhan memberkati kita tanpa syarat, kita pun harus mengembangkan rasa belas kasihan tanpa syarat kepada orang-orang yang sedang mengalami kesusahan. (PC)

Commentaires


bottom of page