top of page
Writer's picturePaulus Chendi

Harga Sebuah Komitmen

Updated: Aug 1, 2020



Markus 6:30-44

Pekerjaan apapun pasti ada tantangan dan kesulitan, begitu juga dalam melayani. Baru-baru ini kita dengar satu kabar duka. Seorang pilot misionaris MAF Joyce Lin, 40 thn warga AS keturunan Taiwan pesawatnya jatuh di danau Sentani dan sang pilot meninggal dunia. Dikabarkan pilot wanita ini sedang membawa logistik medis Covid-19 dalam misi kemanusiaan. Selain sebagai pilot, Joyce Lin ternyata juga seorang pakar IT dan masih muda. Dengan kualifikasi seperti ini harusnya ia memiliki masa depan yang baik dan menjanjikan. Namun ia memilih sisi kehidupan yang berbeda, ia menjadi misionaris dan dengan berani mengambil resiko menghadapi kesulitan pelayanan sekalipun harus kehilangan nyawa. Joyce Lin dicaptionnya menulis “If I die I will die doing what God has called me to do.” Kerinduannya tercapai, ia meninggal dalam tugas melayani Tuhan.

Dalam Kis 15:35-41, Paulus dan Barnabas menggembalakan jemaat Antiokhia. Di ayat 39 mengatakan terjadi perselisihan antara Paulus dan Barnabas karena Markus dan akhirnya mereka pisah. Mungkin kita mengira Paulus atau Barnabas akan baper dan berhenti melayani. Kenyataannya tidak demikian. Barnabas membawa Markus ke Siprus, Paulus membawa Silas ke Siria dan Kilikia. Walaupun terjadi perselisihan mereka masing-masing masih terus melanjutkan pelayanan ke tempat yang berbeda.

Joyce Lin, Paulus, Barnabas meskipun menghadapi tantangan dan kesulitan, mereka tetap komit melayani. Bagaimana dengan kita? Kalau engkau berselisih dengan rekan sepelayanan, entah itu majelis gereja atau hamba Tuhan, apakah engkau akan terus melayani atau berhenti melayani? Jujur saja, orang seringkali memberi perlakuan yang tidak sama antara pekerjaan dengan pelayanan. Komitmen mereka terlihat tidak konsisten. Dalam dunia kerja, demi mendapatkan penghasilan meskipun susahnya setengah mati, kita tetap bekerja. Kita berjuang sekuat-kuatnya, sakit pun masih tetap masuk karena takut kena potong gaji. Kita harus capai target dan memenuhi deadline. Kita ikut pelatihan, seminar untuk meningkatkan kinerja. Pokoknya untuk kerja kita tidak berani main-main. Taruhannya adalah kesejahteraan hidup kita dan keluarga kita.

Bagaimana kalau di pelayanan? Syukur kalau kita semangatnya sama seperti bekerja. Tetapi nampaknya di pelayanan ada perlakuan yang berbeda. Seringkali kita tidak berjerih lelah seperti di kerjaan. Kalau memang benar seperti itu, berarti ada konsep yang salah. Kalau di kerjaan kita sungguh-sungguh, melayani harusnya juga sungguh-sungguh. Kalau di kerjaan kita begitu berjerih payah, dalam melayani kita juga sama berjerih payah. Di kerjaan kita mendapat upah uang, di pelayanan kita mendapat upah di sorga. Di pekerjaan kita berjuang setengah mati, di pelayanan terkadang belum susah setengah mati kita sudah mau mundur sambil ngomel dalam hati “Ngapain melayani kalau gitu?” Untungnya Tuhan di sorga nggak balas “Ngapain juga dia Ku selamatkan kalau gitu?

Saya melayani sudah dua puluhan tahun, ada saat-saat di mana rasanya ingin berhenti melayani. Kalau sudah seperti itu, saya rasa saya termasuk orang yang belum setengah mati tapi sudah ingin berhenti. Namun saya bersyukur ketika lelah, capek, frustasi saya dikuatkan dan dikuatkan kembali dan sampai sekarang masih terus melayani. Marilah kita sering-sering saling menguatkan satu sama lain, seperti kata Pengkhotbah kalau yang seorang jatuh, yang seorang mengangkat temannya (Pkh 4:10).

Memang tidak mudah untuk terus berkomitkan saat menghadapi tantangan-tantang yang berat dalam pelayanan. Untuk memiliki komitmen yang kuat, saya terinspirasi saat nonton acara survival, ada kalanya mereka membangun pondok di tengah hutan. Waktu menancapkan tiang dan agar tiang itu tertancap dalam, orang itu mengoyang-goyangkan tiangnya, bahkan tiang itu dicabut lagi, diangkat setinggi-tingginya dan ditancapkan lagi dengan sekuat tenaga. Tiangnya jadi kuat sekali. Saya pikir seperti itulah yang terjadi, untuk sampai kepada komitmen yang kuat, kita perlu diproses, mengalami digoncang-goncang terlebih dahulu agar tertancap semakin dalam. Kuat tidaknya sebuah komitmen akan teruji ketika ada kesulitan.

Pemahaman komitmen yang kuat juga datang dari teladan Tuhan Yesus. Di awal pelayanan-Nya Tuhan Yesus melakukan banyak mujizat dan mengajar dengan penuh kuasa. Namun di pasal 6, Markus mencatat sesuatu yang mengagetkan. Yesus ditolak di Nazaret. Di tempat lain Yesus begitu dikagumi, tetapi di kampung halaman-Nya sendiri Ia ditolak. Penolakan tentunya sangat menyakitkan. Masih di pasal yang sama, Markus mencatat Yohanes Pembaptis dibunuh oleh Herodes. Ini menandakan pelayanan Tuhan Yesus terancam, suasana tidak kondusif. Mengalami peristiwa-peristiwa yang melelahkan batin, Tuhan mengajak murid-murid-Nya “Mari kita ke tempat yang sunyi supaya kita sendirian dan beristirahatlah seketika.” Namun apa yang terjadi? Mereka tidak bisa beristirahat, mungkin juga belum sempat makan.


Perhatikan di ayat 34, “Ketika Yesus mendarat, Ia melihat sejumlah besar orang banyak, maka tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan kepada mereka…Lalu mulailah Ia mengajarkan banyak hal kepada mereka”. Tuhan Yesus memperlihatkan komitmen pelayanan yang teguh. Keadaan apapun tidak menyurutkan semangat-Nya untuk melayani. Yesus komit pada misi-Nya bahwa Ia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani (Mrk 10:45), Lukas 22:27, “tetapi Aku ada di tengah-tengah kamu sebagai pelayan.” Bagaimana supaya kita bisa memiliki komitmen yang kuat dalam bekerja maupun dalam melayani? Tidak masalah kalau dirimu hanya 5 roti dan 2 ikan, atau 1 roti 1 ikan, atau bahkan hanya roti tanpa ikan pun nggak masalah. Di tangan Yesus engkau akan cukup mengenyangkan 5000 orang.

Seorang gadis kecil usia 7 tahun bernama Katherine Commale. (Kisah Katherine banyak di Google). Tahun 2006 lalu, Katherine menonton sebuah film dokumenter tentang negara Afrika di televisi. Di sana dikatakan, setiap 30 detik ada seorang anak Afrika meninggal karena malaria. Katherine tersentuh hatinya, ia memiliki mimpi membeli kelambu sebanyak-banyaknya untuk dikirim ke Afrika supaya tidak ada lagi anak meninggal karena malaria.

Dia mulai dengan setiap hari menabung dari uang jajannya. Setelah menabung sekian lama uangnya hanya cukup beli sebuah kelambu, kemudian bersama ibunya, mereka mencari sebuah organisasi amal di Afrika dan berusaha mengirimkan kelambu itu ke sana. Mereka pun menemukan sebuah organisasi amal “Nothing but Nets” yang khusus hanya menerima kelambu. Setiap akhir minggu ia menjual buku bekas dan baju bekas serta mainan miliknya untuk membeli kelambu. Setelah berhasil menyumbang beberapa kelambu, organisasi amal pun menyebutnya “Duta Kelambu” dan donatur termuda.

Perlahan-lahan, Katherine mulai dikenal, bahkan diundang menjadi pembicara bagi kegiatan amalnya ini. Hanya dalam 3 menit, ia berhasil mengumpulkan 800 USD. Ia pun mulai pergi ke banyak tempat untuk bercerita tentang kegiatan amalnya ini. Di usianya yang ke-6, Katherine telah berhasil mengumpulkan 6.316 USD (sekitar Rp 83 juta).

Ketika David Beckham menyumbang kelambu, Katherine menulis ucapan terima kasihnya. Beckham kemudian memostingnya di internet dan membuat anak kecil ini dikenal di seluruh dunia. Ia juga pernah menulis surat kepada Bill Gates, Bill Gates langsung menyumbangkan 3 juta USD (setara dengan Rp39 miliar) kepada organisasi amal kelambu tsb. Anak berusia 7 tahun ini telah menyelamatkan jutaan nyawa. Kini seluruh dunia menyebut dia sebagai ‘Malaikat Kecil’.

Untuk melayani tidak perlu memiliki sesuatu yang luar biasa. Tuhan dapat melakukan hal besar dengan talenta kita yang kecil. Kembangkan bakat, keterampilan. Maksimalkan potensimu dan teruslah bekerja, teruslah melayani, jangan berhenti. Ketika engkau menyerahkan diri, kuasa Yesus yang akan bekerja dalam dirimu bukan kuasa kita, dengan demikian ketika dalam melayani kita menghadapi kesulitan, tantangan, cape hati, dsb, kita tidak langsung berkecil hati atau gampang menjadi kecewa dan patah semangat. Wong kuasa Yesus yang bekerja kok kamu yang kecewa, benar nggak? Saya selalu ingat satu kalimat yang bunyinya begini: Yesus tidak selalu memanggil orang yang mampu, tetapi Ia selalu memampukan orang yang dipanggil. Komitmen kita dilandaskan pada pertanggung jawaban kita kepada Tuhan Yesus.

Kondisi apapun tidak seharusnya melemahkan komitmen kita. Lihatlah kesulitan sebagai alat yang Tuhan ijinkan untuk menguatkankan komitmen kita seperti tiang yang digoncang-goncang, dicabut, diangkat tinggi-tinggi dan ditancapkan lebih dalam. Ketika komitmenmu mulai lemah mintalah Tuhan meneguhkannya kembali. (PC)

Commentaires


bottom of page