top of page
Writer's picturePaulus Chendi

Lakukan Adaptasi dengan lebih Smart

Updated: Aug 1, 2020



Sejak ditetapkan lockdown, kehidupan tiba-tiba berubah drastis. Semuanya terjadi begitu cepat hampir tanpa proses adaptasi. Sektor ekonomi, bisnis, pasar, pekerjaan, relasi sosial, restoran, hotel, tempat wisata, keagamaan, dst semua kelimpungan. Ada pengusaha dalam sekejap telah mengalami kerugian beberapa triliyun. Pekerja yang dirumahkan dan diPHK semakin banyak. Karena tidak sanggup lagi, ada yang mulai menutup usaha/bisnisnya. Kepanikan yang terus berlanjut, membuat banyak orang diserang kecemasan, bingung, tidak tahu harus berbuat apa.

Menghadapi situasi ini, saya kira kita butuh belajar menerima keadaan. Ketika kita bisa menerima keadaan, roda adaptasi mulai berputar. Adaptasi artinya sebuah penyesuaian diri dalam mengubah diri sesuai dengan keadaan lingkungan. Mengubah diri artinya ada respons internal terhadap keadaan eksternal. Contohnya: ketika diharuskan tetap di rumah, atau bekerja dari rumah jelas membutuhkan penyesuaian. Kalau tidak, bisa sangat tertekan. Beberapa yang bekerja dari rumah mengeluhkan atasan yang tak percaya bawahannya bisa dipercaya bekerja dari rumah, tiap hari disuruh membuat laporan kegiatan. Jadi malah nambah kerjaan. Bayangkan kalau ia tidak mengembangkan adaptasinya, rasanya mau berhenti kerja.

Saat penghasilan menurun, ya, sesuaikanlah hidup dengan keuangan yang ada. Bila perlu, berani beralih pekerjaan. Jangan heran jika ada yang mendadak jualan hand sanitizer, jualan masker, jual makanan, jual kopi dan indomie keliling atau apa pun. Kemarin di tempat saya ada mbak yang bertanya, “permisi pak, apakah di sini mau terima jasa pembantu harian?” Hati saya jadi trenyuh. Tapi inilah adaptasi. Menghadapi dampak Corona, kita tidak bisa terus menunggu atau sekadar bertahan, diperlukan kemampuan untuk bisa membaca perubahan dan sikap antisipasif sehingga kita dapat mengubah tantangan menjadi peluang. Kalau sekarang kita mulai beradaptasi dan berinovasi, nanti saat wabah Corona ini berakhir, setidaknya kita tidak lagi memulainya dari nol.

Lalu bagaimana kita memaknai adaptasi ini? Saya ingin membagikan pelajaran yang menarik dari panggilan Tuhan kepada Abraham di Kejadian 12:1, “Berfirmanlah Tuhan kepada Abram: “Pergilah dari negerimu dan dari sanak saudaramu dan dari rumah bapamu ini ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu.” Ketika Abraham disuruh “pergilah” ia harus beradaptasi dengan dua bidang kehidupan, yaitu kehidupan jasmani dan kehidupan rohani.

Aspek kehidupan jasmani. Abraham adalah orang kaya pada jamannya. Ia sudah terbiasa hidup mewah, nyaman bersama keluarga dan sahabat-sahabatnya. ‘Pergi’ berarti meninggalkan semua itu dan menyesuaikan diri hidup dalam keterbatasan sebagai nomaden di negeri asing. Tuntutan ini tentunya berat sekali. Uskup Ryle mengatakan bahwa Abraham diperintahkan untuk "(a) meninggalkan semua kepastian masa lalu, (b) menghadapi ketidakpastian masa depan, (c) mencari dan mengikuti petunjuk dari kehendak Yehovah". Abraham dari hidup yang pasti, masuk ke masa depan yang tidak pasti. Mungkin ia berpikir, “Di sini saya punya masa depan yang terjamin, sekarang saya harus pergi, bagaimana saya hidup, siapa yang menjamin masa depan saya?” Lalu apa yang membuat Abraham bersedia menjalani hidup yang seperti itu? Abraham bersedia beradaptasi, menyesuaikan diri, sikapnya ini didasarkan pada keyakinannya bahwa Tuhan memelihara hidupnya, memelihara keluarganya dan menjamin masa depannya. Kalau kita membaca kisah Abraham, Alkitab menyaksikan di setiap tempat yang baru, Allah membuatnya selalu berhasil, meskipun ada saat-saat ia juga mengalami jatuh bangun.

Aspek kehidupan rohani. Keluarga Abraham adalah penyembah berhala. Ketika Allah memanggilnya, ia sudah berusia 75 tahun, seorang yang sudah terbentuk mapan dalam penyembahan berhala mengikuti nenek moyangnya. Sekarang Abraham disuruh pergi meninggalkan semua itu. Allah memiliki rencana atas hidupnya yang harus dia ikuti. Sebab dari keturunannya itu akan menjadi umat pilihan Allah yaitu Israel. Kita bisa bayangkan bagaimana sulitnya Abraham beradaptasi dengan panggilan Allah ini. Ke mana dia harus pergi tidak diberitahukan, artinya Abraham harus mencari dan menunggu petunjuk Allah. Seluruh kehidupan rohani Abraham dibentuk ulang dan diperbaharui. Abraham dikenal sebagai orang yang taat dan diberi gelar bapa dari segala orang yang beriman.

Bercermin dari kisah Abraham, bagaimana kita memaknai adaptasi ini? Dulu sebelum Corona sepertinya hidup kita pasti dan aman-aman saja. Seorang pegawai swasta dengan gaji 80 juta, cicil rumah dan mobil mewah, ketika dirumahkan ia bingung bagaimana membayar cicilannya. Ternyata hidup tidak seaman yang kita kira. Sebelum Corona kita ogah-ogahan ke gereja antara memang ‘haus’ beribadah atau sekadar menjalankan rutinitas. Sekarang dengan ibadah online, Tuhan membiarkan kita beradaptasi sendiri mau ibadah atau tidak. Kita tidak ibadah pun tidak ada yang tahu. Tuhan mengijinkan terjadinya kesulitan guna memunculkan warna aslinya kita. Kesulitan memurnikan kita. Semoga setelah Corona berlalu setiap kita menjadi penyembah-penyembah yang sejati.

Situasi Corona membuat kita beradaptasi bahwa segala yang kita miliki di dunia ini akan menjadi tidak berarti bahkan bisa hilang lenyap dalam sekejap. Di masa Corona ini kita perlu mengevaluasi berapa besar keterikatan kita kepada yang disebut Allah“negerimu dan sanak saudaramu dan rumah bapamu” gambaran dari harta kita di dunia ini. Allah memerintahkan kita “pergi” dari keterikatan ini dan beralih mempercayai Dia. Hanya Dia pemelihara hidup kita, keluarga kita dan penjamin masa depan kita. Semoga setelah Corona berakhir, kita hidup lebih seimbang antara mencari kebutuhan hidup jasmani dan kebutuhan hidup rohani.

Orang yang berani beradaptasi, berani melangkah karena ia mempercayai bahwa adalah Tuhan pemelihara kehidupan. Ada orang bingung mau kerja apa, keterampilan nggak punya, bertani nggak kuat, tapi keluarga harus tetap dikasih makan. Tiap hari ia terdunduk dan merenungi nasibnya. Tetapi orang yang percaya pemeliharaan Allah akan bangun setiap hari dengan pengharapan. Bekerja dan berusaha seperti biasa, tetap buka toko, tetap jualan makanan, yang jadi gojek tetap berkeliling, yang kehilangan pekerjaan mohon hikmat kepada Tuhan dan mulai berinovasi. Pointnya adalah kita melakukan apa yang bisa kita lakukan karena kita percaya pada pemeliharaan Allah.

Bahwa situasi yang ditimbulkan Corona ini dipakai Allah untuk menyatakan rencana-Nya atas hidup kita yang harus kita ikuti. Rencana ini dari dulu sudah ada, tetapi tidak disadari karena kita terlalu fokus mencari materi dan kenikmatan duniawi. Dengan ada Corona kita dibuat berpikir tentang apa sebenarnya kehendak dan rencana Allah bagi hidup kita. Begitulah seharusnya kita memaknai adaptasi dalam situasi sekarang ini. Oleh hikmat yang Tuhan berikan, kita sekarang dapat melihat banyak hal yang dibukakan Tuhan kepada kita dalam situasi yang sulit saat ini. Kiranya Tuhan menolong kita semakin berhikmat di dalam beradaptasi dan semakin beradaptasi semakin berhikmat.

Comments


bottom of page