top of page
Writer's picturePaulus Chendi

PENGAJARAN ALKITAB TENTANG PERAN SUAMI ISTRI DAN ANAK DALAM KELUARGA

Updated: Aug 3, 2020



Pendahuluan

Keluarga adalah lembaga pertama yang dibentuk oleh Tuhan melalui pernikahan seorang pria dengan seorang wanita. Allah memberi pemahaman kepada kita tentang bagaimana seharusnya fungsi sebuah keluarga serta mengingatkan kita akan bahaya-bahaya yang dapat menghancurkan keutuhan keluarga apabila kita tidak taat. Dalam Alkitab, Tuhan memberikan banyak prinsip mengenai struktur keluarga dan peranan yang harus dipikul oleh setiap anggotanya.


Kerangka ini akan memberikan stabilitas bagi kehidupan keluarga dan menjaga agar sesuai dengan maksud Allah. Kerangka ini meliputi berbagai prinsip berkenaan dengan peran suami, istri dan anak-anak, bagaimana seharusnya mereka bersikap dan berelasi satu terhadap yang lain dalam ikatan keluarga. Ketika perintah-perintah dalam Alkitab itu ditaati, maka keluarga-keluarga akan menikmati semua berkat yang Allah mau mereka dapatkan. Namun ketika perintah dilanggar, timbul kekacauan dalam keluarga tersebut.


Tulisan singkat ini bertujuan menelusuri apa yang Alkitab katakan tentang peran suami, istri dan anak dalam keluarga dan relasi di antara mereka. Penyelidikan dilakukan ayat per ayat mulai dari catatan PL dan kemudian PB. Ayat-ayat tersebut diteliti pemakaian istilahnya, dibandingkan antar ayat dan terakhir diberi kesimpulan dari pembahasan tersebut.

Peran suami

Ada banyak ayat baik dalam Alkitab yang mencatat tentang peranan seorang suami, beberapa ayat di antaranya: Kejadian 2:24 mencatat, seorang suami memikul peran kepemimpinan dan tanggung jawab terhadap istrinya dan keluarganya yang baru. Peran “meninggalkan” dan “bersatu dengan istrinya” ini tidak bisa ditawar-tawar. Maknanya adalah mencintai istrinya lebih dari pada orangtuanya dan memberikan rasa aman bagi istrinya. Efesus 5:23 “...Karena suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat...” Keunikan laki-laki sebagai kepala terletak pada sifat panggilan Allah saja. Allah yang Mahabijak, Mahatahu memanggil laki-laki (siapapun dia, bagaimanapun bakat atau latar belakangnya) untuk berperan sebagai kepala. Allah tidak pernah memberikan job description yang orientasinya praktis (misalnya suami sebagai kepala yang cari uang, istri di rumah jaga anak). Allah memberi job description dalam pengertian yang orientasinya teologis dan filosofis. Oleh sebab itu, suami istri juga tidak boleh berorientasi praktis jikalau mereka mau mencapai tujuan pernikahan seperti yang Allah kehendaki.[1]


Rasul Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Korintus menuliskan bahwa “...kepala dari tiap-tiap laki-laki ialah Kristus, kepala dari perempuan ialah laki-laki…” (1 Korintus 11:3). Kewibawaan laki-laki sebagai kepala tidak absolut, karena ia sendiri di bawah Kristus. Kristus adalah kepala/tuan atas suami. Suami harus ingat bahwa Allah tidak secara langsung selalu “berpihak kepada suami.” Allah pernah berkata kepada Abraham untuk melakukan apa kata istrinya Sarah kepadanya (Kejadian 21:10-12). Alkitab juga mencatat bahwa Abigail tidak menaati suaminya yang bodoh, Nabal, dan menimbulkan bencana (1 Samuel 25:2-38). Sabda Allah mengatasi kewibawaan laki-laki.


Dalam Efesus 5:25 dikatakan “Hai, suami, kasihilah istrimu... ”. Kata "kasih" suami kepada istrinya adalah kata yang sama untuk mengungkapkan "kasih" Allah kepada umat-Nya. Suami mengasihi istri tanpa syarat. “Hai suami-suami, kasihilah isterimu dan janganlah berlaku kasar terhadap dia.” (Kolose 3:19). Kata “kasar” di sini dalam bahasa aslinya bermakna “menghasilkan rasa pahit di perut” suatu gambaran keadaan yang disengaja untuk menyakitkan hati, membuat gusar, marah, jengkel.


Selanjutnya 1 Petrus 3:7 “...hai suami-suami, hiduplah bijaksana dengan isterimu…! Hormatilah mereka sebagai teman pewaris dari kasih karunia...” Kata “bijaksana” di sini berarti kebijaksanaan moral, seperti yang terlihat dalam kehidupan yang benar. Menghormati berarti bahwa suami menghargai perasaan, pikiran dan keingingan istrinya. Suami tidak merendahkan, mengejek dan berbicara kasar terhadap istri di hadapan orang banyak. Seorang suami senantiasa menunjukkan hormat dan penghargaan kepada istrinya.


Dari ayat-ayat tersebut di atas, menunjukkan bahwa suami adalah pemimpin, dan penanggungjawab keluarga. Relasi suami-istri merupakan wujud relasi yang dalam dan sejati dan transparan, yaitu saling terbuka satu dengan yang lain. Suami adalah kepala istri, suami berkewajiban mengasihi istri, tidak berlaku kasar, hidup bijaksana dan menghormati istrinya.

Peran Istri

Alkitab membicarakan secara seimbang peran suami dan istri. Setelah membicarakan peran suami, kita akan melihat bagaimana Alkitab membicarakan peran istri. Kejadian 2:18 mencatat “…Aku akan menjadikan penolong baginya...” Istri menjadi teman, mendukung, mendampingi, memberikan dorongan, masukan, penghibur bagi suaminya. Sebagai sahabat istri siap mendengar, respek, menghormati, membagi hidup dalam suka dan duka, jujur, terbuka, menerima apa adanya dan menginginkan yang terbaik bagi suaminya.


Menurut Amsal 31:10-12, Istri menjadi orang kepercayaan suami, perhatian istri yang utama adalah kesejahteraan suaminya. Istri mengasihi suami dan berbuat baik kepada suaminya sebagi wujud kasihnya. Lebih lanjut Efesus 5:22-23 menyerukan “Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan,... Karena itu sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus, demikian jugalah isteri kepada suami dalam segala sesuatu... dan isteri hendaklah menghormati suaminya.

Selanjutnya Kolose 3:18 “Hai isteri-isteri, tunduklah kepada suamimu, sebagaimana seharusnya di dalam Tuhan.” Petrus menuliskan “Demikian juga kamu, hai isteri-isteri, tunduklah kepada suamimu,...” (1 Petrus 3:1). Kata “tunduk” dalam bahasa aslinya merupakan suatu istilah militer yang berarti “ditempatkan sebagai bawahan”[2]. Tunduk berarti ada relasi otoritas. Suami adalah kepala. Kepala berarti berotoritas mengatur tubuh. Tunduk bukan berarti wanita lebih rendah dari pada pria, tetapi lebih kepada istri tunduk karena ia tahu suaminya mengasihi dia.


Hal yang menarik dalam Efesus 5:22-33 adalah: empat ayat ditujukan kepada istri (ay 22-24, 33) dan sembilan ayat ditujukan kepada suami yang adalah kepala (ay 25-33). Laki-laki dituntut mengasihi istri sebayak tiga kali (ay 25, 28, 33) demikian pula istri harus tunduk kepada suami tiga kali (22, 24, 33)[3]. Tuhan sangat memperhatikan faktor keseimbangan dalam peran dan relasi antara suami dan istri. Meskipun masing-masing diberikan peran yang berbeda, tetapi secara kualitas ada keseimbangan yang proporsional.

Peran Anak

Kita telah membahas peran suami, istri menurut Alkitab. Sekarang apa kata Alkitab tentang peran anak dan relasinya dengan orangtuanya? Perintah ke lima dari sepuluh hukum mengatakan “Hormatilah ayahmu dan ibumu…” (Keluaran 20:12). “Dengarkanlah, hai anak-anak, didikan seorang ayah, dan perhatikanlah….” (Amsal 4:1) “Anak yang bijak mendatangkan sukacita kepada ayahnya...” (Amsal 10:1)


Dalam Efesus 6:1-2 “Hai anak-anak, taatilah orang tuamu di dalam Tuhan, karena haruslah demikian. Hormatilah ayahmu dan ibumu…” Lagi dalam Kolose 3:20 “Hai anak-anak, taatilah orangtuamu dalam segala hal, karena itulah yang indah di dalam Tuhan.” 1 Petrus 1:14 “Hiduplah sebagai anak-anak yang taat…”


Kata “hormatilah” dan “taatilah” selalu diulang-ulang dalam ayat-ayat ini merupakan suatu penekanan penting sikap anak terhadap orangtuanya. Hormat dan ketaatan itu dinyatakan dengan mendengarkan dan memperhatikan didikan ayah, dengan demikian sikap ini mendatangkan sukacita bagi orang tuanya bukan mendatangkan kebebalan.

Kesimpulan

Ajaran Alkitab berdasarkan Efesus 5:33 adalah prinsip “Love & Respect”. Suami harus mengasihi istri sama seperti Kristus mengasihi jemaat-Nya. Sebaliknya istri harus tunduk dan hormat kepada suami. Anak taat dan hormat kepada orang tua dan orang tua (bapak) jangan membangkitkan amarah dalam hati anak-anak. Pola Kasih-Tunduk adalah suatu pola yang terlihat baik dalam relasi suami-istri, ayah-anak, ayah-keluarga. Tubuh tunduk kepada kepala, kepala mengasihi tubuh. Inilah prinsip Alkitab. Prinsip ini membentuk suatu hirarki:

ALLAH-->KRISTUS-->SUAMI-->ISTRI -->ANAK-ANAK.


Kasih dan rasa hormat mewarnai seluruh relasi tersebut. Ketika suami mengasihi istri, istri tunduk kepada suami, anak-anak menaati dan menghormati orang tuanya, orang tua mengasihi dan mengasuh anaknya dalam kasih Kristus, maka keluarga akan merasakan kehadiran Tuhan. Jika suami mengasihi Tuhan, ia mengasihi sesama (istri dan anak) demikian juga istri yang mengasilih Tuhan, ia akan mengasihi sesama (suami) dengan cara bersedia tunduk kepada suami. Kasih-Tunduk dan Hormat-Taat, adalah dua pola yang Alkitab ajarkan kepada kita, bagaimana seharusnya suami, istri dan anak bersikap dan berelasi satu terhadap yang lain dalam keluarga Kristen.


Terakhir, hubungan suami istri merupakan perbandingan relasi antar Kristus dengan jemaat-Nya. Implikasi lebih jauh, hubungan suami istri adalah hubungan yang kekal dan spiritual, yang misterius, tidak boleh mempunyai pikiran atau niat untuk bercerai. Kalau kita ingin mempunyai sebuah keluarga yang bahagia dan utuh sesuai dengan rencana Allah, kita hendaknya mengikuti petunjuk Allah ini. Tujuan berkeluarga adalah memuliakan Allah.

SUMBER BACAAN

Eminyan, Maurice. Teologi Keluarga. Yogyakarta: Kanisius, 2001.

Subeno, Sutjipto. Indahnya Pernikahan Kristen. Surabaya: Momentum, 2008.

Susabda, Yakub. Pembinaan Keluarga Kristen, Marriage Enrichment. Bandung: Mitra

Pustaka, 2004.

Tanusaputra, Daniel. Diktat Kuliah Konseling Pranikah. Malang: SAAT, 2010.

Wiersbe, Warren W. Pengharapan Di dalam Kristus. Bandung: Kalam Hidup, 1982.

Wright, Norman. Komunikasi: Kunci Pernikahan Keluarga. Yogyakarta: Yayasan

Gloria, 1997.

Catatan kaki [1] Yakub Susabda, Pembinaan Keluarga Kristen, Marriage Enrichment (Bandung: Mitra Pustaka, 2004) 44-45. [2] Warren W. Wiersbe, Pengharapan Di dalam Kristus (Bandung: Kalam Hidup, 1982) 75. [3] Daniel Tanusaputra, Diktat Kuliah Konseling Prsnikah (Malang: SAAT, 2010) 24.

Comments


bottom of page